WELCOME TO MY BLOG

Gampang  

Senin, 21 April 2008




Hay pa kbr smua? masih baek-baek kan?
Saya membuat blog ini hanya untuk kesenangan saja bukan untuk menyinggung anda-anda semua. Mungkin anda mendapat inspirasi setelah melihat blog saya. Tolong diambil hikmahnya ajah. Jaga diri kalian baek-baek jaga negara kalian baek-baek junjung opo yo?? Wes mben ae mene cukup sekian. Saya mohon maaf klo sampe kata-kata saya menyinggung anda. Maafkan saya!!!!
Salam damai selalu...

AddThis Social Bookmark Button

Sejarah Punk....  


merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris. Pada awalnya, kelompok punk selalu dikacaukan oleh golongan skinhead. Namun, sejak tahun 1980-an, saat punk merajalela di Amerika, golongan punk dan skinhead seolah-olah menyatu, karena mempunyai semangat yang sama. Namun, Punk juga dapat berarti jenis musik atau genre yang lahir di awal tahun 1970-an. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik.

Gerakan anak muda yang diawali oleh anak-anak kelas pekerja ini dengan segera merambah Amerika yang mengalami masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu oleh kemerosotan moral oleh para tokoh politik yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi. Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun terkadang kasar, beat yang cepat dan menghentak.

Banyak yang menyalahartikan punk sebagai glue sniffer dan perusuh karena di Inggris pernah terjadi wabah penggunaan lem berbau tajam untuk mengganti bir yang tak terbeli oleh mereka. Banyak pula yang merusak citra punk karena banyak dari mereka yang berkeliaran di jalanan dan melakukan berbagai tindak kriminal.

Punk lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan, seperti potongan rambut mohawk ala suku indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh, anti kemapanan, anti sosial, kaum perusuh dan kriminal dari kelas rendah, pemabuk berbahaya sehingga banyak yang mengira bahwa orang yang berpenampilan seperti itu sudah layak untuk disebut sebagai punker.

Punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan we can do it ourselves. Penilaian punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial dan bahkan masalah agama.

AddThis Social Bookmark Button

Masa' PUNK gak boleh masuk TV  

Jumat, 18 April 2008


masa PUNK nggak boleh masuk TIPI sih???


Dikirim pada 20-01-2007 oleh: Anarch[Oi]!

Tag: bebas!, punk, scene report



Hallo…beberapa hari yang lalu (15 Januari 2007) RCTI dengan program URBAN-nya menayangkan episode dengan tajuk “GENERASI PUNK”, dalam program ini pula…nyaris tiap detiknya didominasi oleh liputan tentang MARJINAL dan aktifitas kesehariannya bersama kawan-kawan di TARING BABI…band punk yang gak perlu saya sebutkan lagi seluk-beluknya karena saya yakin banyak yang udah pada enggeh koq.


Selain MARJINAL, RCTI juga meliput keseharian para street-punk, kemudian dengan sudut pandangnya RCTI membandingkan perbedaan dari keduanya. MARJINAL & TARING BABI disebut-sebut sebagai “PUNK IDEALIS” dan mereka yang diliput sedang asik nongkrong dengan sebutan “PUNK JALANAN/STREET PUNK”.


Dari beberapa scene, menurut saya…pesan yang coba disampaikan oleh kawan-kawan MARJINAL & TB cukup positif, secara keseluruhan….setidaknya acara ini nggak seperti kebanyakan acara lainnya di tivi yang senantiasa menampilkan stigma buruk punk keatas publik tanpa investigasi dan informasi yang akuran, sebut saja acara “7 hari menuju taubat” dimana seorang punk digambarkan sebagai sosok pendosa yang sudah seharusnya bertaubat, atau acara “metro realitas” episode punk yang dulu sempat menggemparkan karena lebih banyak menyoroti sisi negatif dari punk tanpa menelaah hal positif yang ada.


Semula saya sempat heran saat mike muncul di iklan acara URBAN di tivi…penasaran akhirnya niat banget buat nonton ;P, selesai nonton…huh…ternyata RCTI cukup sehat kali ini, saya jadi teringat beberapa hari yang lalu saya sempet ngobrol dengan salah satu kawan Taring Babi, saat marjinal bertandang ke Rangkasbitung, Banten, yang kebetulan saya juga sedang berada disana. Dalam obrolan saya bilang…apapun usaha kita dalam menggunakan media komersial sebagai jembatan untuk memperjuangkan kepentingan kita hendaknya dibarengi dengan kewaspadaan, dalam artian jangan lagi “kecolongan” kayak yang lalu-lalu seperti yang saya sebut diatas.


Oke…saya acungi cap jempol momen 15 januari lalu, lantas bagaimana dengan kawan-kawan punk lainnya….ternyata (dari info yang saya dapat via email dari taring babi) kontroversi menyinggung pro-kontra hadirnya sosok taring babi dalam acara tersebut sangat-sangat hebat. Coba deh…baca imel konfirmasi dari TARING BABI yang saya kutip dibawah…semoga pandangan sinis tentang tampilnya kawan baik kita dalam acara tersebut dapat segera kita binasakan dari otak kita ;)


 


——————–

Kawan-kawan yang baik,


Penayangan acara “Urban” yang berjudul “Generasi Punk” dari RCTI pada 15 Januari yang lalu telah menimbulkan pro dan kontra dalam komunitas punk di seantero tanah-air. Banyak yang memberi komentar lewat SMS pada komunitas Taringbabi yang mempertanyakan, mengapa Marjinal mau muncul dalam program TV, dan masih banyak lagi ledekan sinis atas nama scene punk. Semua itu diterima dengan lapang dada di komunitas Taringbabi. Semua perhatian itu adalah bentuk rasa sayang kawan-kawan pada kami di Taringbabi. Kami merasa tersanjung dan mengucapkan puji syukur atas komentar, pertanyaan, celetukan, sinisme. Semua itu kami anggap sebagai awal dari ajakan dialog secara terbuka.


Perlu kami beritahukan kepada kawan-kawan, kronologi sebagai berikut:


26 Desember 2007, datanglah reporter RCTI, Dicky dan kameramen Wayan bersama rekan kerjanya ke Taringbabi. Dalam awal pembicaraan, mereka bermaksud membuat liputan tentang komunitas punk untuk program bernama “Urban”. Sebelumnya mereka telah melakukan liputan pada scene punk di Bandung, khususnya yang nongkrong di Bandung Indah Plaza (BIP). Tapi mereka tidak mendapatkan sesuatu hal yang bernas, bahkan mereka tidak mengerti apa itu punk. Mendengar hal tersebut, kami menyambut maksud mereka yang ingin melihat sisi lain dari komunitas punk — yang lain dari hasil liputan TV pada umumnya, yang hanya menyorot punk yang nongkrong kagak ngapa-ngapain.


Kameramen mulai merekam suasana di Taringbabi. Dari yang bikin clothing/sablon, nyetak emblem, cukil kayu dan melakukan wawancara kepada Mike dan Een (seorang dosen yang menjadi nara sumber) dengan tema: kegiatan sehari-hari Taringbabi, interaksi dengan tetangga dan masyarakat di Setu Babakan, Jagakarsa. Disamping itu sang reporter banyak menanyakan kawan-kawan yang berada di jalan (street punk). Secara gamblang Mike menjelaskan bahwa pilihan mereka untuk hidup dan menghidupi jalanan adalah sesuatu yang harus diacungi rasa hormat. Masalahnya, sebagian masyarakat (disamping media) yang selalu memojokkan street punk karena melihat dandanannya yang tidak lazim itu, dan memberi stigma negatif.


31 Desember 2007. Marjinal mendapat undangan manggung di Pasir Gombong, Cikarang. Sudah beberapa kali Marjinal selalu mendapat undangan memeriahkan acara tutup tahun di lokasi yang berbeda-beda. Ini kali Marjinal dan scene-scene musik setempat manggung di sebuah lapangan, dekat sebuah pabrik. Selain Marjinal, tampil juga Akal Bangsat. Kami ngompreng naik kendaraan umum dari Setu Babakan menuju lokasi. Ketika sampai di lokasi, panitia mengabarkan bahwa ada reporter RCTI yang telah menanti Marjinal dan hendak membuat liputan di gig. Ya, kami menyambut Dicki dan Wayan yang memanggul kamera. Panitia menyediakan makan malam. Kami makam malam bersama dengan lahap. Lalu Marjinal pergi mencari studio untuk sekadar latihan. Kameramen turut mengambil gambar selama latihan di studio yang selesai pada pukul 11.30. Selanjutnya Marjinal langsung pergi ke lokasi gig. Tepat pukul 00.00 tahun 2007, acara semakin asik. Beberapa band setempat dan dari sekitar Cikarang menghangatkan suasana. Akal Bangsat manggung disusul sebuah band dari Cikarang. Acara ditutup oleh Marjinal.


Minggu pertama Januari 2007. Reporter dan kameramen RCTI masih bertandang ke Taringbabi membuat liputan: Boby pergi ke pasar, Mike masak di dapur.


Tiga hari menjelang “Urban” ditayangkan: RCTI membuat spot/ekstra tentang program itu yang diberi judul: Generasi Punk; Punk Never Die. Taringbabi menerima Beberapa SMS menanggapi acara itu dengan negatif.


15 Januari 2007. “Urban” ditayangkan. Taringbabi menerima kiriman SMS yang menyambut dengan hangat “Urban” dan memberi selamat pada Marjinal. Tapi ada juga yang berkomentar dengan sinis.


16 Januari 2007. Pukul 18.00, kawan-kawan Taringbabi berkumpul untuk membahas respon yang muncul dari SMS, bahkan ada yang mengatasnamakan 12 scene punk di Jakarta. Kami di Taringbabi hanya bisa berbesar hati menerima pesan-pesan itu, dan senyum-senyum membayangkan siapa-siapa aja ya 12 scene punk itu.


17 Januari 2007. Kawan-kawan di Taringbabi memutuskan melakukan dialog dengan kawan-kawan lainnya. Mengundang Dicki (reporter RCTI) lewat telpon untuk datang ke Taringbabi (dia sih oke-oke aja) lalu meminta copy liputannya yang masih utuh (belum disunting). Dia menyambut keinginan itu. Rencananya Taringbabi akan memperbanyak dan menyebarkan pada komunitas punk.


Dari kronologi di atas, adalah cukup jelas bahwa Taringbabi secara sadar… ingat SECARA SADAR menggunakan media TV secara kreatif. Taringbabi tidak pernah membuat kompromi dengan media, apalagi menggunakannya sebagai alat promosi diri. Kami hanya menyadari bahwa media TV memberikan dampak yang besar pada masyarakat, dan digunakan sebagai medium penyampai pesan-pesan (tentu perjuangan punk, lho) yang sampai saat ini masih mendapat stigma negatif dari sebagian masyarakat.


Selama ini dalam program-program TV nasional/lokal dengan gamblang menempatkan punk secara negatif. Ingat program “7 Hari Menuju Tobat” dari La Tivi yang memposisikan punker sebagai pendosa. Belum lagi iklan obat influenza yang menggunakan model punker secara negatif, konyol dan oon. Belum lagi pemberitaan media koran: ingat berita “Punk merusak mushola” di Bogor, berita yang tidak akurat dan tanpa proses verifikasi. Belum lagi aksi penggarukan terhadap kawan-kawan di jalanan dalam operasi yustisia oleh aparat trantib. Semua itu… harus disikapi!


Adalah satu hal yang ganjil, apabila kawan-kawan, scene-scene punker di seantero Jakarta hanya berdiam diri, duduk manis, dan tidak memberikan informasi tandingan (counter information). Menurut hemat kami, masalahnya adalah, masyarakat tidak mengetahui secara jelas aktivitas komunitas punk, di luar panggung musik. Mereka hanya melihat punk secara fisikal (kasat mata). Untuk itu, secara sadar, kami ingin membangun dialog dengan masyarakat, contohnya dengan para tetangga kami di Gg. Setia Budi, Setu Babakan. Semua itu bukanlah proses yang instant. Semua dilalui dengan proses panjang. Apa salahnya apabila kami menggunkan media TV sebagai pembuka menuju dialog lebih jauh dan hangat, ramah dan tamah! Toh, akhirnya Taringbabi diterima secara terbuka oleh masyarakat, tetangga kami: Baba, Mpok Romlah, Jibung, Pak RT, Pak Ustad dan lain-lainnya menerima tamu-tamu kami, para punker seantero Indonesia yang bersilaturahmi ke Taringbabi, dengan bebas dan merdeka, sopan dan santun.


Karena itu Taringbabi sangat terbuka terhadap liputan media TV, tentunya berangkat dari referensi kawan-kawan punk, dan melalui serentetan pertanyaan: maksud dan tujuan liputan itu. Sebelumnya Taringbabi menerima pembuat film dokumenter dari Jerman yang datang bersamaan dengan pertunjukkan keliling CBU, band punk dari Jerman. Melalui referensi dari seorang kawan, kami menerima maksud dan tujuan crew film dari Jerman yang ingin mengetahui kehidupan komunitas punk di Indonesia. Mereka melakukan wawancara seharian selain mengambil gambar kegiatan sehari-hari di Taringbabi. Selain itu, mereka membuat liputan di scene-scene punk lainnya. Semua punker di Jakarta dengan bahagia menyambut crew TV Jerman itu – walau mereka belum tentu menyaksikan hasil film itu dan apa dampaknya dengan publik di Indonesia.


Apa yang dilakukan crew TV Jerman dan apa yang mereka dapatkan, menurut hemat kami di Taringbabi, adalah sama seperti apa yang dilakukan crew RCTI ketika meliput untuk “Urban”, tapi secara langsung dapat disaksikan oleh publik (khususnya: para punker yang masih melek pada pukul 11.30 lewat: kasihan deh lho!) Lalu so wahat gitu lho! Mengapa kita menaruh syak wasangka pada liputan “Urban” kalau itu menyampaikan pesan perjuangan punk: “Anti penindasan, anti fasisme, hidup mandiri, selalu kreatif dan peduli sesama”.


Wassalam,



AddThis Social Bookmark Button

Pengalaman  



OPINI MASYARAKAT


Kita,Mereka Dan Punk….





Minggu 10 Juni 2007,di sela-sela PJTD Tegalboto yang diadakan di gedung PKM.saya beserta 2 orang teman wanita,Yessi dan Rully menyelinap dan membolos dari dari diklat jurnalistik tersebut.bagi para pemberontak seperti kita,hentakan dan raungan musik punk di belakang gedung PKM lebih menarik daripada mendengarkan teori-teori jurnalistik yang harus kami ikuti.


Jadilah saya dan temen-temen wanita saya masuk ke dalam gedung kecil tempat pertunjukan musik punk itu.gak ada yang special di dalam gedung itu,jangankan lighting,bahkan panggung saja tidak ada.hanya ada 2 buah gitar listrik,1 bass,1 perangkat drum,3 buah Sound Laney dan 1 efek distorsi.saat saya masuk ke dalam gedung,bau minuman keras langsung menusuk ke hidung saya.di depan mata saya terpampang gerombolan anak muda yang moshing mengikuti musik-musik keras ala The Ramones,Sex Pistols atau Nirvana.mereka berjoget dengan gaya mirip orang berkelahi,saling pukul-memukul bahkan menendang.tidak sedikit dari mereka jatuh akibat terpukul atau tertendang orang di sebelah mereka.yang mengherankan,tidak ada seorang pun yang marah,yang ada hanya senyuman dan tawa seakan mereka terlepas dari beban yang menghimpit mereka.


Saat asyik head banging mendengar musik mereka,saya melihat beberapa orang gadis muda yang berbaur bersama para punkers tersebut.selayaknya musik punk,dandanan dan aksesoris mereka bener-bener cadas.rambut Mohawk,piercing di berbagai tempat,Tatto,Celana Jins ketat dan sobek-sobek,Sepatu Boots,rokok yang menyelip di bibir dan tak lupa mata merah akibat pengaruh alcohol.sempat terlintas dalam pikiran saya,apakah mereka tidak diusili oleh para punkers laki-laki.



Saat saya mengedarkan pandangan ke sekeliling gedung,ada beberapa spanduk bernada perlawanan dan anti terhadap sistem.tulisan-tulisan macam “ Pagah Anti Rasis “ atau “ Perempuan Merdeka!Hancurkan budaya patriarki”,” Anti Imperialisme “ begitu mencolok mata dengan gambar-gambar unik dan warna yang mencolok mata.



 


 


 


 


Karena rasa penasaran yang sudah memuncak,saya pun berjalan menghampiri gerombolan-gerombolan punkers di depan saya.sempat terbersit rasa takut karena dandanan mereka yang sangar-sangar.ternyata saat saya menawarkan wawancara,mereka dengan ramah menyambut,menjabat tangan saya dan tak lupa dengan senyum persahabatan menyungging di bibir mereka.benar-benar beda dari gambaran para anak punk di mata saya selama ini.


Punkers pertama yang saya wawancara adalah KNDP ( Nama samaran ), saat ini tercatat sebagai mahasiswa salah satu perguruan tinggi negeri di jember. Dia berbicara seputar idealisme anak-anak punk yang menjunjung tinggi kebebasan dan kesamaan hak.dia juga berbicara tentang prinsip hidupnya yang tidak perduli dengan pendapat orang lain,dan tidak mau orang lain mencampuri urusannya,tetapi jika orang lain meminta bantuannya dia tidak segan untuk menolong.dia juga mengumpat system pendidikan di Indonesia yang menentukan kelulusan murid melalui UNAS.karena menurutnya yang paling mengerti murid adalah para guru,bukan pemerintah.dia juga bercerita dengan semangat kalau Punk itu masalah hati,bukan masalah dandanan atau sekedar cara berpakaian dan mode yang saat ini tengah ngetrend.


Di tengah-tengah wawancara ada seseorang yang memeluk saya dari belakang.saat saya menengok,ternyata dia seorang adik kelas saat masih SMA,sebut saja namanya Gentong.karena lama tak bertemu saya ngobrol banyak mengenai keluarganya dan tentu saja musik Punk.saat ditanya kenapa dia senang berkumpul dengan anak punk,dia menjawab dengan diplomatis kalau dalam komunitas anak punk,tidak ada yang namanya diskriminasi,semua orang adalah saudara.dia juga bercerita kalau emosinya bisa disalurkan melalui moshing dan mengumpat sepuas-puasnya.dan dia juga menjelaskan bahwa moshing itu bukan gerakan anarkis melainkan pelampiasan ekspresi dan kemarahan terhadap system yang ada.saat disinggung mengenai minuman keras yang begitu identik dengan anak punk,dia berkata kalau tidak semua anak punk adalah peminum.tapi dia juga tidak menyangkal bahwa banyak dari mereka yang peminum.dia juga bercerita,dengan minum,mereka serasa saudara,1 botol untuk beberapa orang.


Saat saya lagi asyik nimbrung dengan si Gentong,saya melihat seorang cewek manis tersenyum pada saya.singkat kata akhirnya kita pun berkenalan.cewek manis ini bernama Nancy ( nama samaran ).dia temen akrab si KNDP dan si Gentong.dengan cara ngomong yang belepotan karena masih dalam pengaruh alcohol, dia bercerita banyak mengenai dia dan dunia punk.Nancy yang masih duduk di kelas 3 SMA ini tidak khawatir kalau ada punkers lelaki yang usil padanya.sebab dia tahu kalau dalam komunitas punk,semua sama,tidak ada perbedaan gender, mereka semua saudara, dan dia menambahkan kalau para punker lelaki sangat menghormati dia jadi tidak ada yang namanya usil,hal ini juga diamini oleh kedua temannya.saat ditanya mengenai orang tuanya,dia bercerita kalau orang tuanya sekarang ada di Makassar,dan dia juga blak-blakan kalau keluarganya almost broken.karena itu dia senang sekali kalau berada dalam komunitas punk yang menerima dia apa adanya,menghormatinya dan tidak ada yang namanya jaim.saat disinggung mengenai masa depannya,dia bercerita kalau dia punya cita-cita bisa kuliah di Malang,tapi dia mengaku tidak begitu memikirkannya.



Setelah sedikit banyak berbincang dengan punkers,saya jadi trenyuh melihat masih sempitnya paradigma berpikir masyarakat akan anak-anak punk.masyarakat kebanyakan mempunyai dogma kalau anak punk adalah sampah masyarakat yang tidak punya masa depan,anak punk adalah anak-anak kasar dan tidak punya sopan santun.padahal saat berbicara dengan mereka,saya mendapatkan keramahan yang bahkan tidak saya dapatkan di instansi pemerintah.mereka juga mempunyai sifat kesetia kawanan yang kental dan saling menghormati satu sama lain,tidak ada diskriminasi.dan saya juga baru tahu kalu para punkers yang datang hari itu tidak hanya berasal dari Jember saja,banyak dari mereka yang datang dari Malang,Surabaya bahkan Jakata.padahal acara yang diadakan oleh komunitas punk yang bekerja sama dengan UKM kesenian UNEJ ini minim publikasi.hal ini menunjukkan betapa eratnya persahabatan dan komunikasi antar anak punk.


Hari semakin beranjak sore,tapi tak ada tanda-tanda para punkers akan pulang.saya pun masih betah berada di tengah-tengah anak punk yang ramah dan sopan,tapi karena saya gatal ingin menuliskan sedikit cerita tentang mereka,saya pun pamit pulang pada KNDP,Gentong dan Nancy,3 orang punkers yang meski berbeda latar belakang,mereka tetap satu karena disatukan oleh ikatan yang bernama PUNK….



"BEING PUNK IS NOT A FUCKING CRIME!!"


more...




AddThis Social Bookmark Button

Punk indo  

Punk di Indonesia


a


Berbekal etika DIY, beberapa komunitas punk di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Malang merintis usaha rekaman dan distribusi terbatas. Mereka membuat label rekaman sendiri untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran. Kemudian usaha ini berkembang menjadi semacam toko kecil yang lazim disebut distro.


CD dan kaset tidak lagi menjadi satu-satunya barang dagangan. Mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Seluruh produk dijual terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau. Dalam kerangka filosofi punk, distro adalah implementasi perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja Levi’s, Adidas, Nike, Calvin Klein, dan barang bermerek luar negeri lainnya.



Gaya rambut ala PUNKERSPunker dan Gaya. Suatu pagi terlihat segerombolan pemuda yang mengenakan pakaian serba hitam dan terlihat lusuh, berkumpul di pelataran Gedung Nasional Indonesia (GNI). Sebagian diantaranya  kelompok yang rata-rata masih berusia belia tersebut terlihat dengan santai duduk dan bahkan ada yang tidur-tiduran di trotoar dan pelataran sekitar GNI. Sebagian besar mempunyai gaya rambut yang sangat tidak lazim, yaitu rambut kepala bagian samping ditipiskan dan bagian tengah yang panjang diberi bahan tertentu yang dapat membuat rambut berdiri yang ngetren disebut Mohawk. Rambut diikat menjadi beberapa bagian dan dibiarkan lusuh sehingga terlihat menjadi gimbal seperti gaya rambut legendaris musik Reggae dari Jamaika. Juga banyak sekali model rambut yang membuat orang awam terasa sangat aneh. Belum lagi pakaian yang dikenakan tampak sangat lusuh. Mereka mempunyai pandangan bahwa semakin lusuh pakaian yang mereka kenakan maka akan mempunyai kebanggaan tersendiri.


 


Kumpulan remaja tersebut mengaku kumpulan aliran musik PUNK dan Black metal, yang pada awal September lalu mengadakan konser di GNI. Aliran musiknya juga terdengar sangat aneh dan kecenderungan sangar. Ini dapat dilihat dari nama kelompok band mereka antara lain Killhamonik, Immorrtal Rites, Pembual, dll. Selain itu aliran musik yang mereka usung juga keras, cepat, bergemuruh dan yang menjadi salah satu ciri khas yaitu vokalisnya selalu memutar kepala sehingga rambutnya yang panjang ikut berputar bak baling-baling pesawat.


 


Para Punkers tersebut selain dari Kota Kediri juga berasal dari daerah lain seperti Malang, Nganjuk, Jombang, Surabaya, dan bahkan dari Jogjakarta. Biasanya mereka datang secara berkelompok dan sudah datang dua atau tiga hari sebelum konser dimulai. Biasanya untuk mengisi waktu biasanya mereka isi dengan mengamen di perempatan ataupun menjual stikers, maupun kaos.   


 


Perkembangan musik Punk dan Black Metal di kediri sebenarnya sudah ada sejak lama sekitar tahun 90-an. Menurut Arief Punkers Kediri biasa berkumpul di area rumah makan Delicious. Salah satu grup Punk pertama yang lahir di kediri yaitu Hantam Rata yang mempunyai base camp di daerah Joyonegaran yang dipandegani oleh Poer. Setelah itu grup Punk dan Black metal mulai tumbuh di Kota Kediri. Saat ini jumlah Punkers yang ada di Kota Kediri kurang lebih sekitar sekitar 300 orang dan mayoritas anggotanya adalah pelajar.


 


Karena aliran dan gaya hidup yang dijalani para Punkers sangat aneh, keras dan selalu berpakaian lusuh, maka pandangan miring selalu ditujukan pada mereka. Padahal banyak diantara Punkers yang mempunyai kepedulian sosial yang sangat tinggi, seperti yang dituturkan Yogi salah satu Punkers yang biasa mangkal di sekitar Jalan Dhoho.  “Tidak semua Punkers selalu berbuat negatif, walaupun tidak memiliki struktur organisasi yang jelas seperti organisasi lain, teman- teman Punkers memiliki juga memiliki kepedulian sosial yang tinggi,” kata Yogi. Hal ini dapat dinyatakan dengan memberikan bingkisan kepada anak- anak panti asuhan, berupa beras, pakaian pantas pakai, dll. Dan dana tersebut berasal dari iuran sukarela para Punkers dan keuntungan saat mengadakan sebuah konser. Jadi masih menurut Yogi, Punkers memang dekat dengan kekerasan dan kebebasan, tapi teman–teman Punkers juga memiliki jiwa sosial. Sebenarnya mereka masih mempunyai rencana yang mungkin akan segera dilaksanakan yaitu penghijauan. Dan ini juga membuktikan selain mempunyai kepedulian soial, mereka juga ingin berpartisipasi dalam pembangunan Kota Kediri seperti kegiatan penghijauan.


AddThis Social Bookmark Button

Skinhead dan Musik Oi  

Skinhead Dan Musik Oi




Skinhead


Skinhead adalah suatu sub-budaya yang lahir di London, Inggris pada akhir tahun 1960-an. Sekarang Skinhead sudah menyebar ke seluruh belahan bumi. Nama Skinhead merujuk kepada para pengikut budaya ini yang rambutnya dipangkas botak.


Meskipun Skinhead banyak diasosiasikan dengan kelompok orang-orang yang rasis dan Neo-Nazi, namun Skinhead yang sebenarnya tidaklah Neo-Nazi, karena pada awalnya Skinhead adalah kaum tertindas dari kelas pekerja (utamanya buruh pelabuhan) di London, Inggris. Skinhead juga bisa merujuk kepada kepada kelompok orang (biasanya remaja) yang merupakan fans musik Oi!/streetpunk dan juga punk.


Oi!


Oi! berarti hello dalam aksen cockney di Inggris. Oi! musik bermula di akhir 70-an setelah kemunculan Punk Rock. Ketika gelombang pertama punk menyerang, band seperti Sham69, The Business, dan Cock Sparrer sudah bernyanyi tentang hidup di jalanan di saat Sex Pistols mencoba memulai "Anarchy In the Uk". Lalu reality punk atau street punk dimulai dengan Sham 69 dan Sparrer, seperti juga Slaughter and The Dogs juga Menace.


Oi! adalah musik untuk semua dan semua orang yang berjalan di jalanan kota dan melihat rendah pada kaum elit dapat dihubungkan dengan Oi!. Semua orang yang bekerja sepanjang hari sebagai budak gaji dapat dihubungkan dengan Oi!. Semua orang yang selalu merasa berbeda, juga dapat dihubungkan dengan Oi!. Musik Oi! tidak memandang perbedaan ras, warna, dan kepercayaan. "Oi! music is about having a laugh and having a say, plain and simple...."


Sejarah


Ketika era 80-an menyerang dan punk rock mendapatkan nafas baru, Oi! menjadi bagian yang solid dari pergerakan itu, yang diperkenalkan oleh Garry Bushell, penulis di Sounds, koran musik di Inggris. Garry percaya bahwa punk rock adalah musik protes dan mengumpulkan semua band street punk di bawah bendera Oi! seperti The Business, The 4-skins, Combat 84, Infariot, dan Last Resort menyerbu Punk Scene dengan jenis realita mereka. Seperti motto Last Resort, "No Mess, No Fuse, just Pure Impact!"


Musik Oi! mulai meredup di akhir 80-an. Dan di Amerika, hardcore adalah musik yang didengar oleh Skinhead. Dapat dikatakan bahwa musik Oi! bukan hanya musiknya Skinhead.


Oi! dan rasisme


Pertama orang mendengar Oi! pasti identik dengan Skinhead, sementara skinhead identik dengan rasisme. Jadi kesalahpahaman yang muncul, Oi! adalah musik rasis. Budaya ini mulai dengan masuknya imigran Jamaika ke Inggris. Cara berpakaian skinhead diadopsi dari Rude boys (inget Ska) dan Mods, tapi dengan tampilan yang lebih Tough dan Rough. Skinhead sebenarnya juga tidak rasis, image skinhead disalahgunakan oleh kaum Neo-Nazi untuk menciptakan karakter yang keras. tetapi sesungguhnya bahwa skinhead bukanlah seorang yang rasist,dan perlu di ketahui bahwa image skinhead yang sesungguhnya memanglah keras bukan berarti rasisme.


Lirik


Lirik-lirik dalam Oi! cenderung bercerita tentang anti-rasis/fasis, hidup sebagai skinhead, protes, sepak bola, bir, dan sedikit kekerasan! jangan lupa beberapa lagu Cock Sparrer bercerita tentang CINTA. silakan cek. Pendengar musik ini selain Skinhead juga ada Punks, Rude boys, Mods, dan Herberts. Yang dimaksud dengan Herberts adalah orang-orang yang suka dengan Oi! tapi bukan skinhead atau punks. Mereka hanya orang-orang biasa yang cinta dengan Oi!.


Di Indonesia


Di Bandung sendiri, Oi! dimulai pertengahan 90-an diawali dengan Runtah. Ketika terjadi booming Ska di Indonesia, bermunculan banyak Skinhead, entah mereka hanya poseurs, trendy wankers ataupun a true SKINHEAD itselfs. Seiring dengan "mati"-nya tren ska karena dihantam secara dahsyat oleh major label, maka menghilang pulalah Skinhead. Tapi ingat, setiap hilangnya suatu tren bukan berarti hilang pula subkultur yang tercipta atau terbawa oleh trend tersebut. Walaupun sedikit, tapi Skinhead di Indonesia, di Bandung khususnya still going strong and getting bigger. Ada beberapa organisasi Skinhead di dunia yang masuk ke Indonesia. Antara lain adalah Red Anarchist Skinhead dan Skinhead Against Racial Prejudice. Bahkan Neo-Nazi Skinhead sendiri ada di negara kulit berwarna seperti Indonesia ini. tapi organisasi itu hanya berkembang di Bandung. di Yogyakarta para Skinhead umumnya sudah mengerti asal muasal sub Kultur ini. di jokja beberapa skinhead memainkan ska selain Oi! dan Hardcore.


Sampai saat ini sudah banyak sekali band Oi! di Bandung, seperti Haircuts, Rentenir, Battle 98, The Real Enemy, Sanfranskins, One Voice, dan banyak lagi. Karena gelombang Skinhead Rasis yang mulai meresahkan maka Dido Fatwa dari The Real Enemy, Djockie dari Rentenir, Boy dari Haircuts dan seorang kawan yang juga skinhead bernama Olan membuat sebuah band bernama Combat 34 yang sangat anti rasis, nama band ini adalah ejekan untuk skinhead rasis di Jakarta yg menamakan diri COMBAT 18 Indonesia, lagu-lagu mereka bercerita tentang apa gunanya jadi rasis di Indonesia, ajakan berkelahi untuk para skinhead rasis, dan pastinya juga tentang sepak bola, perkelahian di jalan, dengan moto mereka "Sometimes Anti-Social but Always Anti-Racist". Band-band ini sudah merilis beberapa kompilasi dan mini album di bawah naungan United Races Records yang berlokasi di gedung Miramar lantai dasar sebelah Palaguna. Sekarang Gd. Miramar ini sudah tidak ada, dan kita dapat menemui mereka di P.I. (Pasar Induk) yang berlokasi di belakang mal Bandung Indah Plaza. Jangan lupakan kota pelajar, Yogyakarta, disini ada banyak band2 Oi!/streetpunk, mereka masing2 memiliki ciri yang berbeda antar bandnya, seperti Captain Oi!, Sardonic, Dom 65, Elang Bondol, Selokan Mataram, Bala Nusantara dan masih banyak lagi, selain banyak yang sudah RIP, band2 ini berada di bawah naungan Realino Records, Ruckson Music (milik salah satu personel Dom 65), Unite n Strong. skinhead di Yogyakarta dapat ditemui di daerah jalan Mataram. Ada beberapa album baik full ataupun kompilasi yang telah beredar.


Di Jakarta sendiri scene skinhead cukup berkembang dengan baik. Kita dapat menemui banyak skinhead di seputaran kota ini. Mulai dari Trad Skins, SHARP Skins, sampai yang Rasis pun ada. Band-band Oi! asal Jakarta antara lain adalah The End, Anti-Squad, Garuda Botak, the Gross, the Bretel, dan lainnya.


AddThis Social Bookmark Button

Marjinal  


PEMBUSUKAN DALAM DUNIA UNDERGROUND


Oleh Haska

koranmarjinal@gmail.com



Telah sepuluh tahun Marjinal, sebagai sebuah band hidup di tengah masyarakat, sekaligus dihidupi masyarakat. Sepuluh tahun, satu dasawarsa, bukan sebuah perjalanan yang mulus dan langsung lepas landas begitu saja. Masih banyak aral-merintang, jalan penuh onak-duri, sekaligus terjal berbatu. Kalau mau merunut kembali ke belakang, membayangkan proses pertama band Marjinal didirikan, dari sebuah kamar kos-kosan di bilangan Lenteng Agung, Jakarta, dimana kita bertemu dengan kawan-kawan yang mempunyai kepedulian, kesadaran yang sama sekaligus gelisah melihat keadaan negeri ini, hanya satu kata yang terus terngiang: Perubahan!



Dari sebuah kamar kos itu, kita merencanakan sebuah perubahan dengan musik yang diciptakan, disamping komik, desain sablon yang dicetak di kaos-kaos. Kita terilhami kenyataan yang luas: kehidupan buruh, tukang ojek, pedagang kaki-lima, tukang getek, orang-orang yang berjubel di Kereta Rel Listrik dari daerah pinggiran menuju Kota, mahasiswa, dan kalau mau disebut satu per satu begitu panjang dan masih panjang lagi ... Begitu banyak kenyataan hidup orang-orang yang menjadi sumber ilham bagi kerja dan karya kami.



Awalnya band kami bernama Anti-ABRI, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, sebuah institusi militer yang menjadi momok, menebar fasisme ala Orde Baru. Lalu kami merubahnya, menjadi Anti-Military, bersamaan dengan berubahnya nama institusi militer di negeri ini. Lalu kami merubah nama, menjadi MARJINAL, sebuah band yang komit dengan ruang bermain di kampung-kampung di seantero Tanah Air.



Mungkin Anda ada yang berselancar dengan internet menemukan band MARJINAL dalam Wikipedia- ensiklopedia gratisan- yang mengkategorikan Marjinal sebagai band Anarcho Punk. Kami sendiri tidak tahu siapa yang memberi kategori itu, tetapi kami menyambutnya sebagai hadiah, apa pun penamaan itu. Adalah sebuah kesadaran dari lubuk sanubari apabila apa yang kami kerjakan dan karya yang kami ekspresikan (dalam bermusik dan visual arts) memang dekat dengan subkultur Punk. Apabila kita dengan sedikit kesabaran membuka literatur, disebutkan Punk adalah Sang Pemula (The Begineer), sebuah subkultur yang berkembang di Britania Raya pada pertengahan dekade 70-an, yang melawan sistem monarchy. Secara populer gerakan Punk dikaitkan dengan musik Punk Rock seperti Sex Pistol, lalu The Clash, dan menyebar di Amerika seperti Dead Kenedy, Anti Flag, dan lain sebagainya.



Band-band Punk Rock yang berjaya dan jungkir-balik lalu bubar pada dekade 70-an di Eropa dan Amerika sono, menjadi buah bibir dan diimitasi bentuk, gaya dan bahasanya. Kita sering mendengar atau melihat kata "Destroy" atau "Fuck" yang terpampang pada kaos, pin, emblem atau stensilan di dinding kota. Sebagian anak muda seperti berkompetisi mengoleksi kaset dan kaos impor dari band-band punk dari mancanegara. Ada semacam kebanggaan, bahkan eupheria bagi mereka, agar terlihat sebagai Punker, memacak diri: mengenakan boot Dr.Marten, kaos hitam, jaket kulit, asesoris rantai, berambut ala Mohawk dengan warna-warni. Beberapa kota besar, seperti Bandung, Jakarta dan Jogjakarta dilanda demam PUNK. Scene-scene punk tumbuh di setiap titik penjuru kota. Mereka hidup secara kolektif, mendirikan band, menerbitkan zine atau newsletter yang mewartakan hidup dengan jalan D.I.Y (Do It Yourself). Band-band membuat acara kolektif secara berkala, walau susah mendapat tempat. Masyarakat sontak terkejut melihat gaya hidup dan aktifitas anak muda yang menamakan dirinya sebagai punker, dan sebagian lagi hidup di jalanan, sebagai street-punk.



Itulah dinamika yang tumbuh diakhir dekade 90-an. Kalau kita mau merunut lagi kebelakang, dari mana demam punk itu tumbuh? Tentu jawabannya sangat variatif, tetapi yang jelas media -- dalam pengertian yang lebih luas-- majalah, koran, zine, internet, kaset, dan sebagainya turut mempunyai andil yang besar. Kita tentu pernah mendengar kenaifan yang terjadi dalam sebuah scene punk yang berburu koleksi kaset atau memakai kaos impor yang memampang potret Sid, anggota Sex Pistol, walau telah dipakai berbilang minggu/bulan dan robek di sana-sini, untuk menyatakan diri sebagai punker sejati, "the real punker" dalam scene punk yang tumbuh subur bagaikan jamur di musim hujan. Band-band selalu meneriakkan kata "Fuck!" dalam setiap gig.



Itulah proses, sekali lagi bagian dari proses, yang yang tumbuh di Negara Ketiga. Kita memang awalnya menjadi konsumer-- memamah bentuk/gaya/isi yang datang dari luar negeri kita. Kategori Negara Ketiga juga datang dari sono, sang pemegang hegemoni kultural: Barat, yang melahirkan budaya mainstream bahkan bahasa mainstream, bahasa Inggris yang sering kita dengar dan dengan kesadaran penuh juga kita gunakan.



Perlahan, kita berusaha mengenal siapa sih diri kita, melalui lirik lagu yang kita ciptakan atawa melalui desain komunikasi visual yang kita cetak. Awalnya, ketika Marjinal menciptakan lirik lagu dalam bahasa Indonesia mendapat cemooh dari komunitas underground. Begitu juga dengan desain-desain Marjinal yang mengangkat kembali Benyamin S yang dipadukan dengan pose Che Guevara, revolusioner dari Amerika Latin. Menghidupkan sosok Marsinah, perempuan aktivis buruh yang menjadi korban fasisme ABRI. Atau menggunakan kata "Ngehe" dalam bahasa pergaulan dan komunikasi visual. Kita selalu akrab dengan referensi, dari literatur anarchist, kiri-baru, feminisme, dan seterusnya, dan sebagainya, tetapi itu hanyalah referensi untuk melihat diri kita diantara umat manusia sedunia. Kita tidak pernah mengadopsinya secara mentah, tanpa proses adaptasi dengan budaya lokal, dengan kearifan lokal. Kalau menyimak lirik lagu Marjinal, sangatlah terang, kita harus belajar dari petani dan nelayan. Kita harus banyak belajar dari tetangga kita, lingkungan kita bahkan belajar pada alam-raya. Sehingga keseimbangan tetap terjaga, dan perubahan menjadi darah dan daging kita. Kita tidak membuat jarak dengan masyarakat.



Selama sepuluh tahun, Marjinal diterima di tengah masyarakat. Kita hidup di sebuah rumah di sebuah kampung Betawi, Setu Babakan, dengan kawan-kawan yang selalu berkunjung dari daerah-daerah di seantero Tanah-Air. Sebagian besar yang datang adalah street-punk, punk kentrung, yang datang untuk bekerjasama, bertukar cerita, membuat sablon atau tato. Kita makan-minum dan tidur di rumah yang sama, tanpa sekat tanpa pandang bulu. Kita berusaha menunjukkan semua adalah saudara.



Tapi selalu saja ada gosip dan provakasi yang datang atau tumbuh dari dunia underground. Tapi itu adalah proses, bagian dari dialalektika. Dan semua itu harus dilalui dengan "bahasa" pembuktian objektif di lapangan. Satu hal yang kita perlu sadari Kebenaran tidak menghadapkan dirinya ke Timur atau Barat. Apa yang benar akan tetap benar, yang salah tetap salah. Janganlah kita membenarkan apa yang salah atau menyalahkan apa yang benar. Gosip-gosip dalam dunia underground, yang membunuh karakter kita, memang bertiup kencang akhir-akhir ini. Ada pesan dari orangtua kita yang patut dicermati: "Semakin tinggi sebuah pohon, semakin kencang angin menggoyang".



Sepuluh tahun Marjinal, selalu diikhtiarkan untuk membangun ruang bermain yang inklusif, setiap orang secara terbuka kita sambut untuk bekerjasama atau sekedar bertukar pengalaman dan cerita. Begitu banyak tantangan kita ke depan sehingga secara sadar kita menganggap penting membangun komunikasi kepada masyarakat.



Media massa, khususnya televisi, telah menyudutkan subkultur punk. Segala stigma yang negatif dihujamkan pada kita. Cobalah lihat iklan obat flu yang menggambarkan seorang punker sebagai penyebar virus, atau pemberitaan koran tentang "Punk Menyerang Musholla" di kota Bogor, yang tanpa proses verifikasi dan tidak akurat, sehingga puluhan punker diciduk aparat dan tempat-tempat kegiatan para punker di ruang publik dibrangus. Atau sebuah acara reality show, "Punk: 7 Hari Menuju Tobat" dan acara-acara sejenis yang sangat menyudutkan punk. Sampai saat tulisan ini ditulis, tidak ada reaksi atau perlawanan secara konkret dari scene-scene punk terhadap pemberitaan atau acara tersebut, sehingga memberi berita yang berimbang atas fakta-fakta yang sumir diangkat media massa nasional.



Melihat kenyataan yang tidak adil tersebut, komunitas Taringbabi dengan sangat sadar dan sesadar-sadarnya, menggunakan media massa untuk mewartakan hal yang sebenarnya, dengan apa adanya, tentang aktivitas Taringbabi sehingga masyarakat luas menyadari sesungguhnya apa yang kita lakukan: dari usaha cetak sablon, program pendidikan/workshop woodcut, aktivitas band dan menyabarkan wacana punk.



Ketika pihak televisi, RCTI datang ke komunitas Taringbabi meminta agar kita mau menjadi narasumber sebuah acara bernama "Urban", kita dengan sadar memberikan informasi yang apa adanya. Apa yang ditayangkan Urban dalam durasi 21 menit saat larut malam itu, memang mendapat reaksi dari pelbagai scene punk di Tanah Air. Sebagian besar memberi dukungan. Masyarakat luas pun mulai terbuka matanya, khususnya para orangtua yang mempunyai anak seorang punker. Punker tidak seperti yang digambarkan media massa selama ini atau dicitrakan iklan obat flu itu. Ada juga yang menjadi dosen sebuah perguruan tinggi, bekerja sebagai desainer/tukang cetak, selain bermusik. Kita juga mendukung aktivitas kawan-kawan street-punk yang hidup di jalan. Sebagai pilihan dari manusia yang bebas merdeka, kita sangat menghargai pilihan-pilihan setiap individu.



Tapi selalu saja ada yang membuat keruh, dengan menebar SMS (sebuah media juga lho) yang menganggap Marjinal telah meninggalkan DIY. Para penyerang mengibarkan bendera anti-media, yang dianggap bagian dari kapitalisme. Cobalah lihat, bukankah SMS juga adalah bagian dari media mainstream dan salah satu produk kapitalis? Kita menyayangkan mereka yang berpikir secara picik, menyebar kebencian untuk kebencian itu sendiri, tanpa menawarkan sebuah dialog. Bagi kami ini bukan proses pro dan kontra atau dialektika dalam sebuah dunia undergorund, tetapi sangat jelas indikasinya pada pembusukan dalam dunia undergound. Kami sangat prihatin, apabila pembusukan atau racun ini terus mengerogoti tubuh kita. Karena itu kami dengan sadar menerbitkan KORAN MARJINAL. Media ini diikhtiarkan untuk membangun informasi yang sehat dan bergizi untuk kita semua, karena itu terbuka untuk kawan-kawan semua, Jrotz!



AddThis Social Bookmark Button

Punk not Fashion  


Punk, Bukan Sekadar Dandanan


Oi...oi...oi... Suatu kali, jika Anda berpapasan dengan salah satu dari kelompok ini, sapa saja mereka dengan kata-kata seperti itu. Niscaya, seseram apapun tampang dan gaya mereka—dalam benak Anda tentunya—mereka pasti akan membalas dengan kata-kata yang sama, malah mungkin dengan bonus senyuman.



Jangan heran kalau mereka menunjukkan persahabatan. Kata-kata itu adalah semacam salam persahabatan di kalangan punker's (julukan buat orang-orang yang menganut gaya hidup punk). Rambut berwarna-warni berdiri tegak seperti landak—aslinya gaya rambut Indian Mohawk—baju (biasanya bertuliskan band-band kelompok punk asing) dan celana lusuh sobek-sobek, sepatu boot ala tentara, piercing di mana-mana, tatto dan satu dua orang yang menambahkan eye liner di kelopak mata untuk menambah kesan "kegelapan".



Berawal pada pertengahan tahun 60-an dan semakin menggema di awal 70-an, musik punk mulai dikenal di dunia. Saat itu, band Patti Smith, The Velvet Underground, Dolls of New York (berubah menjadi New York Dolls) mulai menebarkan gaya hidup alternatif yang menjurus bohemian (nomaden) yang berakar pada kebebasan penuh. Mereka juga menebarkan bentuk hiburan baru yang juga bohemian. Tapi semuanya berakar kepada prinsip "do it yourself" atau lakukan semuanya sendiri. Musik punk terdengar energik, pendek-pendek, agresif, cepat, dengan lirik-lirik penuh kemarahan, protes, anti perang, perlawanan (terutama pada pola hidup konsumtif) dan kadang mengumandangkan perjuangan kelas sosial yang kemudian dikenal dengan musik punk rock. Setelah era band-band itu, muncul band-band baru seperti The Ramones, The Talking dan yang melegenda, Sex Pistols.



Sejak itu, gaya rambut mohawk, pakaian lusuh dan pin mempengaruhi banyak band. Dari tempat pertunjukan legendaris CBGB di Lower East Side New York's di Amerika Serikat, musik punk lalu menyebar dan perlahan berkembang menjadi gaya hidup dan bahkan sebagai way of life.



Punk akhirnya juga sampai ke Medan pada awal 90-an. Awalnya, cuma segelintir orang yang menganutnya, lama-kelamaan jumlahnya sudah ratusan. Biasanya, mereka akan terkonsentrasi pada acara-acara musik, terutama musik underground. Saat pertunjukan musik seperti itu, biasanya mereka menunjukkan gaya khas dengan bergoyang pogo dan moshing (tarian mengikuti alur musik sambil membenturkan tubuh satu dengan lainnya). Meski terlihat keras, namun biasanya semua berakhir damai. Peace…



Mereka bisa berasal dari mana saja, bahkan mungkin dari tempat yang tak pernah Anda bayangkan. Namun, sehari-harinya perempatan jalanan adalah rumah mereka. Dengan gitar dan ukulele, mereka mencoba menghibur orang-orang yang terjebak di lampu merah. Malamnya, mereka melanjutkan ngamen di tempat-tempat makan.



Saat semakin malam, mereka berteduh di emperan-emperan rumah toko untuk tidur. Esoknya, kehidupan yang sama kembali terulang dan mesti dijalani lagi, seperti Sisifus yang dikutuk.

AddThis Social Bookmark Button

Aliran-aliran dalam punk  



Jenis Aliran Punk


PUNK not DEATH



Komunitas yang satu ini memang sangat berbeda sendiri dibandingkan dengan komunitas pada umumnya. Banyak orang yang menilai bahwa komunitas yang satu ini termasuk salah satu komuitas yang urakan, berandalan dan sebagainya. Namun jika dicermati lebih dalam banyak sekali yang menarik yang dapat Anda lihat di komunitas ini. Punk sendiri terbagi menjadi beberapa komunitas-komunitas yang memiliki ciri khas tersendiri, terkadang antara komunitas yang satu dengan komunitas yang lain juga sering terlibat masalah. Walaupun begitu mungkin beberapa komunitas Punk di bawah ini dapat mempengaruhi kehidupan Anda sehari-hari.


Punk Community


Anarcho Punk

a


Anarko-punk adalah bagian dari gerakan punk yang dilakukan baik oleh kelompok, band, maupun individu-individu yang secara khusus menyebarkan ide-ide Anarkisme. Dengan kata lain, Anarko-punk adalah sebuah sub-budaya yang menggabungkan musik punk dan gerakan politik Anarkisme. Tidak semua punk diiidentikkan dengan anarkisme. Namun, anarkisme memiliki peran yang signifikan dalam punk. Begitu juga sebaliknya, punk memberikan pengaruh yang besar pada wajah dunia anarkisme kontemporer.


Beberapa band punk penting yang cukup popular dan dianggap sebagai pelopor dari gerakan anarko-punk antara lain Crass, Conflict, dan Subhumans. Sedangkan di indonesia beberapa band anarko-punk yang cukup populer antara lain Marjinal, Bunga Hitam, dan lain sebagainya.


Beberapa isu politik yang banyak diangkat oleh anarko-punk antara lain dukungannya terhadap gerakan anti perang, hak hidup satwa, feminisme, isu lingkungan, kebersamaan, anti kapitalisme, dan beberapa kasus-kasus yang juga banyak diangkat oleh para anarkis pada umumnya.


Komunitas Punk yang satu ini memang termasuk salah satu komunitas yang sangat keras. Bisa dibilang mereka sangat menutup diri dengan orang-orang lainnya, kekerasan nampaknya memang sudah menjadi bagiandari kehidupan mereka. Tidak jarang mereka juga terlibat bentrokan dengan sesama komunitas Punk yang lainnya.

Anarcho Punk juga sangat idealis dengan ideologi yang mereka anut. Ideologi yang mereka anut diantaranya, Anti Authoritarianism dan Anti Capitalist.Crass, Conflict, Flux Of Pink Indians merupakan sebagian band yang berasal dari Anarcho Punk.


Crust Punk

Jika Anda berpikir bahwa Anarcho Punk merupakan komunitas Punk yang sangat brutal, maka Anda harus menyimak yang satu ini. Crust Punk sendiri sudah diklaim oleh para komunitas Punk yang lainnya sebagai komunitas Punk yang paling brutal. Para penganut dari faham ini biasa disebut dengan Crusties. Para Crusties tersebut sering melakukan berbagai macam pemberontakan dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Musik yang mereka mainkan merupakan penggabungan dari musik Anarcho Punk dengan Heavy Metal. Para Crusties tersebut merupakan orang-orang yang anti sosial, mereka hanya mau bersosialisasi dengan sesama Crusties saja.


Glam Punk

Para anggota dari komunitas ini merupakan para seniman. Apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari sering mereka tuangkan sendiri dalam berbagai macam karya seni. Mereka benar-benar sangat menjauhi perselisihan dengan sesama komunitas atau pun dengan orang-orang lainnya.


Hard Core Punk

Hard Core Punk mulai berkembang pada tahun 1980an di Amerika Serikat bagian utara. Musik dengan nuansa Punk Rock dengan beat-beat yang cepat menjadi musik wajib mereka. Jiwa pemberontakan juga sangat kental dalam kehidupan mereka sehari-hari, terkadang sesama anggota pun mereka sering bermasalah.


Nazi Punk

Dari sekian banyaknya komunitas Punk, mungkin Nazi Punk ini merupakan sebuah komunitas yang benar-benar masih murni. Faham Nazi benar-benar kental mengalir di jiwa para anggotanya. Nazi Punk ini sendiri mulai  berkembang di Inggris pada tahun 1970an akhir dan dengan sangat cepat menyebar ke Amerika Serikat. Untuk musiknya sendiri, mereka menamakannya Rock Against Communism dan Hate Core.


The Oi

The Oi atau Street Punk ini biasanya terdiri dari para Hooligan yang sering membuat keonaran dimana-mana, terlebih lagi di setiap pertandingan sepak bola. Para anggotanya sendiri biasa disebut dengan nama  Skinheads. Para Skinheads ini sendiri menganut prinsip kerja keras itu wajib, jadi walaupun sering membuat  kerusuhan mereka juga masih memikirkan kelangsungan hidup mereka. Untuk urusan bermusik, para Skinheads ini lebih berani mengekspresikan musiknya tersebut dibandingakan dengan komunitas-komunitas Punk yang lainnya. Para Skinheads ini sendiri sering bermasalah dengan Anarcho Punk dan Crust Punk.


Queer Core

Komunitas Punk yang satu ini memang sangat aneh, anggotanya sendiri terdiri dari orang-orang “sakit”, yaitu para lesbian, homoseksual, biseksual dan para transexual. Walaupun terdiri dari orang-orang “sakit”, namun komunitas ini bisa menjadi bahaya jika ada yang berani mengganggu mereka. Dalam kehidupan, anggota dari komunitas ini jauh lebih tertutup dibandingkan dengan komunitas-komunitas Punk yang lainnya. Queer Core ini sendiri merupakan hasil perpecahan dari Hard Core Punk pada tahun 1985.


Riot Grrrl

Riot Grrrl ini mulai terbentuk pada tahun 1991, anggotanya ialah para wanita yang keluar dari Hard Core Punk. Anggota ini sendiri juga tidak mau bergaul selain dengan wanita. Biasanya para anggotanya sendiri berasal dari Seattle, Olympia dan Washington DC.


Scum Punk

Jika Anda tertarik dengan Punk, mungkin ini salah satu komunitas yang layak untuk diikuti. Scum Punk menamakan anggotanya dengan sebutan Straight Edge Scene. Mereka benar-benar mengutamakan kenyamanan, kebersihan, kebaikan moral dan kesehatan. Banyak anggota dari Scum Punk yang sama sekali tidak mengkonsumsi zat-zat yang dapat merusak tubuh mereka sendiri.


The Skate Punk

Skate Punk memang masih erat hubungannya dengan Hard Core Punk dalam bermusik. Komunitas ini berkembang pesat di daerah Venice Beach California. Para anggota komunitas ini biasanya sangat mencintai skate board dan surfing.


Ska Punk

Ska Pun merupakan sebuah penggabungan yang sangat menarik antara Punk dengan musik asal Jamaica yang biasa disebut reggae. Mereka juga memiliki jenis tarian tersendiri yang biasa mereka sebut dengan Skanking atau Pogo, tarian enerjik ini sangat sesuai dengan musik dari Ska Punk yang memilikibeat-beat yang sangat cepat.


Punk Fashion

Para Punkers biasanya memiliki cara berpakaian yang sangat menarik, bahkan tidak sedikit masyarakat yang bukan Punkers meniru dandanan mereka ini. Terkadang gaya para Punkers ini juga digabungkan dengan gaya berbusana saat ini yang akhirnya malah merusak citra dari para Punkers itu sendiri. Untuk pakaiannya sendiri, jaket kulit dan celana kulit menjadi salah satu andalan mereka, namun ada juga Punkers yang menggunakan celana jeans yang sangat ketat dan dipadukan dengan kaos-kaos yang bertuliskan nama-nama band mereka atau kritikan terhadap pemerintah. Untuk rambut biasanya gaya spike atau mohawk menjadi andalan mereka. Untuk gaya rambut ini banyak orangorang biasa yang mengikutinya karena memang sangat menarik, namun terkadang malah menimbulkan kesan tanggung. Body piercing, rantai dan gelang spike menjadi salah satu yang wajib mereka kenakan. Untuk sepatu, selain boots tinggi, para Punkers juga biasa menggunakan sneakers namun hanya sneakers dari Converse yang mereka kenakan.


Gaya para punkers tersebut nampaknya semakin marak dikenakan akhir-akhir ini, jika begitu mungkin Anda setuju dengan ungkapan PUNK NOT DEAD.!!


AddThis Social Bookmark Button

Tentang Ska  


Sejarah Musik SKA



Latar Belakang Sejarah


Adalah Perang Dunia II yang mengubah segalanya. Kekuasaan Inggris terhadap negara-negara jajahannya runtuh sebelum masa PD II & terpecah belah pada saat pertengahan masa peperangan. Inggris memeberikan kemerdekaan kepada negara-negara jajahannya setelah mendapat tekanan dari pemerintahan kolonial. Pada tahun 1962 Jamaika membentuk pemerintahan sendiri meskipun masih tetap sebagai negara persemakmuran. Budaya Jamaika & musiknya mulai terefleksi dalam optimisme baru & aspirasi rakyat yang liberal.


Sejak tahun 40'an Jamaika telah mengadopsi & mengadaptasi berbagai bentuk musik dari Amerika. Pada saat PD II berakhir, begitu banyak band-band di Jamaika yang memainkan musik-musik dansa. Grup seperti Eric Dean Orchestra dengan trombonisnya Don Drummond & master gitarisnya Ernest Ranglin terpengaruh oleh musisi-musisi jazz Amerika seperti Count Bassie, Erskine Hawkins, Duke Ellington, Glenn Miller & Woody Herman. Ditahun 50'an ketenaran band-band jazz di Amerika digantikan oleh grup-grup yang kecil & cenderung lebih memainkan irama bop/rhythm & blues sound. Musisi Jamaika yang sering berkunjung ke Amerika terpengaruh & membawa pola permainan musik tersebut ke daerah asalnya. Band-band lokal di Jamaika seperti Count Smith The Blues Blaster, Sir Nick The Champ & Tom The Great Sebastian mulai memainkan gaya baru tersebut. Ditahun 1954, pertunjukan terbesar pertama kali diadakan di kota Kingston tepatnya di Ward Theatre. Band-band tradisional yang memainkan irama mento-folk-calypso ikut ambil bagian & sering sekali band-band tersebut mengisi acara di hotel-hotel yang ada di Jamaika & seputar pulau tersebut. Pada akhir tahun 50'an pengaruh-pengaruh jazz, R&B, & mento (sejenis musik calypso) melebur menjadi satu bentuk baru yang dinamakan 'shuffled'. Irama shuffled memperoleh popularitas berkat kerja keras musisi-musisi seperti Neville Esson, Owen Grey, The Overtakers & The Matador Allstars. Banyak studio & perusahaan rekaman yang mengalami perkembangan & terus berusaha untuk mencari talenta-talenta baru. The Jamaican Broadcasting Corporation pun ikut membangkitkan semangat kepada musisi-musisi muda melalui siaran acara-acara di radio.


Dua orang yang amat berpengaruh dalam perkembangan musik di Jamaika pada tahun 50'an adalah Duke Reid & Clement Seymour Dodd. Bersama istrinya, Duke Reid memiliki toko 'Treasure Island Liquor' yang berlokasi di jalan Bond (Bond street). Soundsystem Reid dikenal dengan nama 'The Trojan', diambil dari tulisan yang tertera pada truknya. Truk yang biasa digunakan sebagai angkutan barang untuk tokonya. Dodd menamakan soundsystem miliknya 'Sir Coxsone Downbeat' yang diambil dari nama pemain kriket asal Yorkshire, Coxsone. Sepanjang akhir dekade, kedua orang tersebut memimpin persaingan dalam bisnis musik. Walaupun Coxsone lebih dekat dengan 'Ghetto'(perkampungan yang didiami kaum atau kelompok tertentu) Adalah Reid yang dianugerahi sebagai 'King of sound & blues' di Success Club (acara penganugerahan) di tahun 1956, 1957, 1958.


Tahun 1962, saat di mana Jamaika sedang gandrung meniru musik-musik Amerika, Cecil Bustamente Campbell yang kemudian dikenal dengan nama 'Prince Buster', tahu bahwa sesuatu yang baru amat dibutuhkan pada saat itu. Ia memiliki seorang gitaris yang bernama Jah Jerry yang kemudian bereksperimen di musik dengan menitikberatkan 'ketukan 'afterbeat' ketimbang 'downbeat'. Hingga pada saat ini ketukan afterbeat menjadi esensi dari singkop (penukaran irama) khas Jamaika. Ska pun lahir. Soundsystem/studio rekaman pun mulai merekam hasi kerja mereka. Dengan tidak memberikan label pada vinyl (piringan hitam) dengan tujuan agar memperolehkeuntungan diantara para pesaingnya. Sehingga yang lain tidak dapat melihat apa yang dimainkan & 'mencuri' untuk sondsystem mereka sendiri.


Perang antar soundsystem pun memuncak hingga pada saat para donatur terancam oleh segerombol orang-orang yang menyebabkan permasalahan. Orang-orang ini dinamakan 'Dance Hall Crashers'. Meskipun fasilitas Mono Recording yang masih primitif, adalah keteguhan hati dari antusiasnya akan musik ska yang memungkinkan untuk menjadi musik komersil dari Jamaika yang pertama kali. Dan kenyataannya ska dikenal sebagai musik dansa rakyat Jamaika.


Sepanjang tahun 60'an wilayah ghetto di Jamaika dipenuhi oleh pemuda-pemuda yang mencari pekerjaan. Pada waktu itu amat susah di dapat. Pada awalnya pemuda-pemuda ini tidak tertarik dengan optimisme musik ska. Pemuda-pemuda tersebut menciptakan identitas kelompok sebagai 'Rude Boy' (sebuah trend dikalangan pemuda yang pernah terjadi pada periode awal tahun 40'an) Menjadi 'Rude' artinya menjadi seseorang dimana masyarakat menganggapnya tidak berguna. Gaya dansa ska para Rude Boy memiliki ciri khas tersendiri, lebih pelan, dengan tingkah seakan-akan meninju seseorang. Rude Boy memiliki koneksitas dengan 'Scofflaws'(orang-orang yang selalu menentang hukum) & dunia kriminal lainnya. Hal ini terefleksikan dalam lirik-lirik lagu ska. (catatan: gaya penampilan berpakaian Rude Boy yaitu dengan celana panjang yang mengatung hanya semata kaki). Musik ska sekali lagi mengalami perubahan untuk merefleksikan 'Mood of the rude' dengan menambahkan tensi pada permainan bass yang disesuaikan dengan gaya sebelumnya yaitu 'free-walking bass style'.


Banyak yang berbondong-bondong mengadu nasib di kota Kingston untuk memperoleh ketenaran dalam industri musik yang kemudian beralih menjadi penjual ganja ketika gagal & modal makin menipis. Banyak pula yang berkecimpung dalam dunia kriminal (tergambar dalam film 'The Harder They Come' yang diperankan oleh Jimmy Cliff ...film ini dipercaya mengisahkan tentang perjalanan hidup Jimmy Cliff)


Dua partai politik yang ada di Jamaika membentuk banser bersenjata. Opini publik pun mengarah pada penentangan terhadap kelompok Rude Boy & penggunaan senjata api. Peraturan pemilikan senjata api pun ditilik kembali setelah melalui periode dimana kepemilikan senjata diperbolehkan asal tidak menimbulkan keresahan di masyarakat. Siapa pun yang memiliki senjata api yang ilegal, diancam hukuman penjara seumur hidup


Artis & produser mendukung bahkan 'memaafkan' atas prilaku kelompok Rude Boy melalui musik ska. Dukungan untuk tidak menggunakan senjata api terefleksi dalam lagu-lagu seperti "Lawless street" dari kelompok Soul Brothers, "Gunmen coming to town" The Heptones. Duke Reid memproduseri salah satu grup ska The Rude Boy (shuffling down Bond street) C.S. Dodd pun ikut memproduseri grup muda yang memiliki visi musik mereka sebagai 'rudies' yaitu kelompok The Wailers ( Bob Marley, Peter Tosh, Bunny Wailer). Prince Buster menemukan seseorang yang memiliki mitos karakter sebagai Rude Boy yaitu Judge Dread. Lagu "007 Shanty Town" yang dinyanyikan oleh Desmond Dekker adalah sebuah karya cemerlang dalam mendokumentasikan perilaku Rude Boy kedalam sebuah lagu (berhasil memasuki urutan tangga lagu ke 14 di UK Charts)


Tema rude boy masih mendominasi sepanjang periode ska, dan popularitasnya memuncak sepanjang musim panas tahun 1964. Beat ska menjadi lebih lambat & Rocksteady pun lahir. Gelombang ska pertama berakhir pada tahun 1968 (Rocksteady adalah bagian cerita lain: Rocksteady kemudian melahirkan musik Reggae. Popularitas musik Reggae di Inggris di sebarkan oleh Skinhead; kelompok Rastafarian mengadopsi musik Reggae & lirik-lirik lagunya cenderung bertemakan ajaran Rastafari & pandangan Relijiusnya, Reggae pun berkembang menjadi 'Dub', 'Dancehall', & seterusnya ...& seterusnya ...)


Gelombang Ke Dua (Second Wave)


Memasuki gelombang kedua ...sebelumnya marilah kita lihat beberapa sejarah ska lainnya: ditahun 1962, saat di mana Inggris menjanjikan jaminan secara tak terbatas kepada para imigran yang berasal dari negara-negara persemakmurannya, kerusuhan ras pun terjadi. Disaat itu musik ska & Reggae sedang populer. Dibawa dari Jamaika oleh banyak musisi & produser yang ikut berimigrasi, termasuk 'The Trojan' & seorang kelahiran Kuba, Laurel Aitken. Pada tahun 70'an, imej Rude Boy diperbaharui & ter-ekspresi dalam penggabungan 2 jenis musik yang masih tergolong baru di Inggris yaitu Reggae & Punk oleh band The Clash (Rudie can't fail). Antara pertengahan hingga akhir tahun 70'an, band seperti The Coventry Automatics memilih untuk memainkan ska ketimbang Reggae karena menurut Jerry Dammers (pendiri band tersebut), memainkan musik ska lebih mudah & gampang. The Coventry Automatics merubah namanya menjadi The Specials AKA The Automatics, kemudian berubah lagi menjadi The Specials.


Selanjutnya pada tahun 1979 Jerry Dammers mendirikan 2Tone Records. Keinginan Dammers layaknya seperti Prince Buster di awal tahun 60'an yaitu menciptakan sesuatu yang baru. Hitam & putih menjadi simbol. Lahirlah yang dinamakan dengan 2Tone ska. Logo 2Tone yaitu gambar kartun pria berpakaian jas hitam dengan kemeja putih, dasi hitam, topi 'pork pie', kaca mata hitam, kaus kaki putih & sepatu 'loafers' hitam menjadi logo resmi yang karakternya di beri nama 'Walt Jabsco' (diambil dari nama Walt Disney, pendiri film kartun & Jabsco berarti ganja dalam bahasa slang latin). Diciptakan oleh Dammers sendiri berdasarkan pose Peter Tosh pada sebuah photo awal kelompok The Wailers yang dapat di lihat pada cover album 'The Wailing Wailer Studio One Realease'.


Pada saat kerusuhan ras sedang terjadi, & organisasi rasis 'National Front' sedang tumbuh pesat, pakaian hitam putih & band yang anggota nya terdiri dari multi ras, mengetengahkan lagu-lagu yang bertemakan 'unity' disaat negara tersebut sedang terpecah belah oleh isu rasial. Sama halnya dengan musik ska di Jamaika, situasi yang terjadi pada saat itu terefleksi kedalam lirik lagu, seperti "Racist Friend" The Specials AKA. Band-band seperti Madness, The Beat, The Selecter, The Bodysnatchers & The Specials membuat ska menjadi sesuatu yang segar dengan mengolah nomor-nomor ska klasik dari Prince Buster (Roughrider, Madness, Too hot, dll.) & artis-artis gelombang pertamanya.Band lain yang tidak termasuk 2Tone tetapi berasosiasi dengan gerakan 2Tone adalah Bad Manners. Ada juga persilangan dengan artis gelombang pertama dengan band 2Tone (Rico Rodriguez adalah pemain trombone yang menjadi additional player pada kelompok The Specials, anak murid dari pemain trombone ternama Don Drummond & sering dipakai sebagai musisi studio do Jamaika)


Pada akhirnya Chrysalis Records membeli 2Tone dari Dammers dengan keputusan menandatangani perjanjian kontrak dengan band-band 2Tone lainnya. Termasuk antara lain: The Specials, The Selecter, Madness, Rico Rodriguez, The Swinging Cats, The Friday Club, The Bodysnatchers, The Hisons, JB Allstars, Specials AKA, The Apollonairs, The Beat (di Amerika di kenal dengan nama 'The English Beat' karena sudah ada band yang memakai nama The Beat) & sebuah single dari Elvis Costello. (catatan: single Elvis Costello tersebut berjudul "I can't stand up for falling down" menjadi permasalahan & tidak pernah di jual. Copy lagu tersebut diberikan secara gratis kepada penggemar Costello pada saat pertunjukannya. Costello memproduseri debut album The Specials & menjadi guest singer sekaligus produser untuk single The specials AKA yang berjudul Nelson Mandela 12".


Tahun 1985 2Tone label bubar. Dammers mengalami kebangkrutan terhadap perusahaan Chrysalis. Band-band 2Tone mengalami masa popularitasnya dari tahun1978-1985 walau bagaimanapun bukan hanya 2Tone yang memainkan musik ska. Diantara band-band lainnya adalah The Tigers, Ska City Rockers, The Akrylykz (dengan Roland Gift pada tenor sax, yang kemudian bergabung bersama mantan anggota The English Beat Cox, & Steele yang belakangan menjadi penyanyi di Fine Young Cannibals), The Employees, The Piranhas, dan masih banyak lagi ...




Hal tersebut menutup gelombang kedua musik ska ...pada gelombang ketiga: dengan berakhirnya 2Tone & gelombang kedua, musik ska menjadi sempit namun tidak menjadi musik yang usang. Adalah The Toasters (pernah merilis single dibawah nama 'Not Bob Marley'), Bim Skala Bim, The Untouchables & Fishbone yang menjadikan tradisi dalam mencampur beat ska dengan unsur unsur musik lainnya seperti pop, rock dan beat-beat lainnya.


Gelombang Ke Tiga (Third Wave)


Keberadaan gelombang ketiga musik ska terdiri dari berbagai bentuk dengan mengkombinasikan hampir setiap jenis musik yang kira-kira dapat dikawinkan dengan irama ska. Band-band seperti Jump With Joey, Hepcat, Yebo, NY Ska Jazz Ensemble & Stubborn Allstars tetap bermain pada akar ska Jamaika. Operation Ivy, Voodoo Glow Skulls, Mighty Mighty Bosstones, dll. menggunakan energi punk untuk menciptakan ska-core. Regatta 69, Fillibuster, Urban Blight, dll. tetap bertahan pada corak Reggae/Rocksteady beat. Punch The Clown, Undercover S.K.A., dll. mencirikan pengaruh dari gaya 2Tone. Yang menarik adalah band asal Florida, Pork Pie Tribes menggabungkan beat ska dengan musik tradisional Irlandia. Hal lain yang lebih menarik adalah grup band The Brownies yang mencampurkan ska dengan apa saja !!


Imej Rude Boy/Rude Girl hadir kembali pada gelombang ketiga, namun kali ini tidak sebagai pemberontak. Tetapi sebagai suporter yang fanatik dengan musik ska. Digelombang ketiga ini juga terdapat hal-hal yang tidak pernah ada pada awal gelombang pertama (beberapa diantaranya ada yang tidak pernah di mengerti) seperti 'Straight Edge' dengan logo 'X' ditangan, boneheads, OI/SKA, Skinhead Against Racial Prejudiced (SHARP's) juga konsep-konsep 'sell outs'. Ada beberapa aspek diantaranya yang belum berubah: ska masih menjadi musik kalangan remaja, setiap pertunjukan ska dapat disaksikan oleh segala umur & tidak terlalu mahal untuk mengakomodasikannya. Disamping itu juga ska masih membentuk beat yang unik & harmonis walaupun digabungkan dengan unsur-unsur musik lainnya. & orang-orang pun masih banyak yang menikmatinya.


AddThis Social Bookmark Button

Tentang Oi  

Oi!



Oi! berarti hello dalam aksen cockney di Inggris. Oi! musik bermula di akhir 70-an setelah kemunculan Punk Rock. Ketika gelombang pertama punk menyerang, band seperti Sham69, The Business, dan Cock Sparrer sudah bernyanyi tentang hidup di jalanan di saat Sex Pistols mencoba memulai "Anarchy In the Uk". Lalu reality punk atau street punk dimulai dengan Sham 69 dan Sparrer, seperti juga Slaughter and The Dogs juga Menace.


Oi! adalah musik untuk semua dan semua orang yang berjalan di jalanan kota dan melihat rendah pada kaum elit dapat dihubungkan dengan Oi!. Semua orang yang bekerja sepanjang hari sebagai budak gaji dapat dihubungkan dengan Oi!. Semua orang yang selalu merasa berbeda, juga dapat dihubungkan dengan Oi!. Musik Oi! tidak memandang perbedaan ras, warna, dan kepercayaan. "Oi! music is about having a laugh and having a say, plain and simple...."


Sejarah


Ketika era 80-an menyerang dan punk rock mendapatkan nafas baru, Oi! menjadi bagian yang solid dari pergerakan itu, yang diperkenalkan oleh Garry Bushell, penulis di Sounds, koran musik di Inggris. Garry percaya bahwa punk rock adalah musik protes dan mengumpulkan semua band street punk di bawah bendera Oi! seperti The Business, The 4-skins, The Burial, Combat 84, Infariot, dan Last Resort menyerbu Punk Scene dengan jenis realita mereka. Seperti motto Last Resort, "No Mess, No Fuse, just Pure Impact!"


Musik Oi! mulai meredup di akhir 80-an. Dan di Amerika, hardcore adalah musik yang didengar oleh Skinhead. Dapat dikatakan bahwa musik Oi! bukan hanya musiknya Skinhead.


Oi! dan rasisme


Pertama orang mendengar Oi! pasti identik dengan Skinhead, sementara skinhead identik dengan rasisme. Jadi kesalahpahaman yang muncul, Oi! adalah musik rasis. Budaya ini mulai dengan masuknya imigran Jamaika ke Inggris. Cara berpakaian skinhead diadopsi dari Rude boys (ingat Ska) dan Mods, tapi dengan tampilan yang lebih Tough dan Rough. Skinhead yang sebenarnya tidak rasis, akan tetapi imej skinhead disalahgunakan oleh kaum kanan Neo-Nazi untuk menciptakan karakter yang keras. tetapi sesungguhnya bahwa skinhead bukanlah seorang yang rasis,dan perlu di ketahui bahwa image skinhead yang sesungguhnya memanglah keras bukan berarti rasisme.


Lirik


Lirik-lirik dalam Oi! cenderung bercerita tentang anti-rasis/fasis, hidup sebagai skinhead, protes, sepak bola, bir, dan sedikit kekerasan! jangan lupa beberapa lagu Cock Sparrer bercerita tentang CINTA. silakan cek. Pendengar musik ini selain Skinhead juga ada Punks, Rude boys, Mods, dan Herberts. Yang dimaksud dengan Herberts adalah orang-orang yang suka dengan Oi! tapi bukan skinhead atau punks. Mereka hanya orang-orang biasa yang cinta dengan Oi!.


Oi! di Indonesia


Di Bandung sendiri, Oi! dimulai pertengahan 90-an diawali dengan Runtah. Ketika terjadi booming Ska di Indonesia, bermunculan banyak Skinhead, entah mereka hanya poseurs, trendy wankers ataupun a true SKINHEAD itselfs. Seiring dengan "mati"-nya tren ska karena dihantam secara dahsyat oleh major label, maka menghilang pulalah Skinhead. Tapi ingat, setiap hilangnya suatu tren bukan berarti hilang pula subkultur yang tercipta atau terbawa oleh trend tersebut. Walaupun sedikit, tapi Skinhead di Indonesia, di Bandung khususnya still going strong and getting bigger. Ada beberapa organisasi Skinhead di dunia yang masuk ke Indonesia. Antara lain adalah Red Anarchist Skinhead dan Skinhead Against Racial Prejudice. Bahkan Neo-Nazi Skinhead sendiri ada di negara kulit berwarna seperti Indonesia ini. Beberapa gelintir Skinhead Rasis ini terlihat di Bandung dan Jakarta. Di Yogyakarta para Skinhead umumnya sudah mengerti asal muasal Sub Kultur ini. Di Yogyakarta beberapa band skinhead memainkan ska selain Oi! dan Hardcore.


Sampai saat ini sudah banyak sekali band Oi! di Bandung, seperti Haircuts, Rentenir, Battle 98, The Real Enemy, Sanfranskins, One Voice, OPPRESSIONHEAD, BLONTONG BOIS, dan banyak lagi. Karena gelombang Skinhead Rasis yang mulai meresahkan maka beberapa skinhead non-rasis dan anti rasis dari beberapa band Oi! di bandung , membuat sebuah band bernama Combat 34 yang sangat anti rasis, nama band ini adalah ejekan untuk skinhead rasis di Jakarta yg menamakan diri COMBAT 18 Indonesia, lagu-lagu mereka bercerita tentang apa gunanya jadi rasis di Indonesia, ajakan berkelahi untuk para skinhead rasis, dan pastinya juga tentang sepak bola, perkelahian di jalan, dengan moto mereka "Sometimes Anti-Social but Always Anti-Racist". Band-band tadi sudah merilis beberapa kompilasi dan mini album di bawah naungan United Races Records. Skinhead di Bandung sering terlihat di workers store di gedung Miramar lantai dasar sebelah Palaguna. Sekarang Gd. Miramar ini sudah tidak ada, dan kita dapat menemui mereka di P.I. (Pasar Induk: sebutan untuk Mal pertama di Bandung) yang berlokasi di belakang mal Bandung Indah Plaza.


Jangan lupakan kota pelajar, Yogyakarta, disini ada banyak band2 Oi!/streetpunk, mereka masing2 memiliki ciri yang berbeda antar bandnya, seperti Captain Oi!, Sardonic, Dom 65, Elang Bondol, Selokan Mataram, Bala Nusantara dan masih banyak lagi, selain banyak yang sudah bubar, beberapa band ini berada di bawah naungan Realino Records, Ruckson Music (milik salah satu personel Dom 65), Unite n Strong. skinhead di Yogyakarta dapat ditemui di daerah jalan Mataram. Ada beberapa album baik full ataupun kompilasi yang telah beredar.


Di Jakarta sendiri scene skinhead cukup berkembang dengan baik. Kita dapat menemui banyak skinhead di seputaran kota ini. Mulai dari Trad Skins, SHARP Skins, sampai yang Rasis pun ada. Band-band Oi! asal Jakarta antara lain adalah The End, Anti-Squad, Garuda Botak, the Gross, the Bretel, dan lainnya.


Begitu pula di Denpasar Bali, komunitas skinhead begitu berkembang pesat, ini dibuktikan dengan munculnya beberapa Band Oi! seperti misalnya The Resistance, Paku 5, Metro Mini, Bootbois, The Stomper, The BOiS dan masih banyak lagi. Saat ini komunitas skinhead di Denpasar berpusat pada sebuah tempat di daerah seputaran Jalan Imam Bonjol yaitu sebuah warnet yang oleh pemiliknya diberi nama "SKINET" yang mempunyai arti SKINHEAD NETWORK, disinilah para komunitas skinhead di Bali berkumpul.


 


AddThis Social Bookmark Button

Design by SkinDols